Hukum Merayakan “Valentine’s Day”
05.52 | Author: DID YOU KNOW??
Penulis: Al Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal

Hari ‘kasih sayang’ yang dirayakan oleh orang-orang Barat pada tahun-tahun terakhir yang disebut “Valentine’s Day” amat populer dan merebak di berbagai pelosok Indonesia. Terlebih lagi di saat menjelang bulan Februari di mana banyak kita temui simbol-simbol atau iklan-iklan tidak syar’i demi mewujudkan dan mengekspos (mempromosikan) hari Valentine. Berbagai tempat hiburan bermula dari diskotik, hotel-hotel, organisasi-organisasi dan kelompok-kelompok kecil, mereka berlomba-lomba menawarkan acara untuk merayakan Valentine. Dengan dukungan (pengaruh) media massa seperti surat kabar, radio, televisi, dan yang lainnya. Sebagian besar kaum muslimin juga turut dicekoki (dihidangkan) dengan berbagai slogan dan iklan-iklan Valentine’s Day.

Berbicara tentang sejarah Valentine, ada berbagai versi menceritakan tentang asal mula ajaran ini. Namun semua berita tersebut tanpa disertai sanad yang jelas untuk dapat mengecek keabsahan riwayatnya. Sekedar untuk diketahui, bahwa di antara mereka ada yang menyebutkan bahwa dahulu, seorang pemimpin agama Katolik bernama Valentine bersama rekannya Santo Marius secara diam-diam menentang pemerintahan Kaisar Claudius II kala itu. Pasalnya, kaisar tersebut menganggap bahwa seorang pemuda yang belum berkeluarga akan lebih baik performanya ketika berperang. Ia melarang para pemuda untuk menikah demi menciptakan prajurit perang yang potensial.

Nah, Valentine tidak setuju dengan peraturan tersebut. Ia secara diam-diam tetap menikahkan setiap pasangan muda yang berniat untuk mengikat janji dalam sebuah perkawinan. Hal ini dilakukannya secara rahasia.

Lambat laun, aksi yang dilakukan oleh Valentine pun tercium oleh Claudius II. Valentine harus menanggung perbuatannya. Ia dijatuhi hukuman mati. Ada sebuah sumber yang menceritakan bahwa ia mati karena menolong orang-orang Kristen melarikan diri dari penjara akibat penganiayaan.

Dalam cerita tersebut, Valentine didapati jatuh hati kepada anak gadis seorang sipir, penjaga penjara. Gadis yang dikasihinya senantiasa setia untuk menjenguk Valentine di penjara kala itu. Tragisnya, sebelum ajal tiba bagi Valentine, ia meninggalkan pesan dalam sebuah surat untuknya.

Menurut cerita tersebut, Ada tiga buah kata yang tertulis sebagai tanda tangannya di akhir surat dan menjadi populer hingga saat ini–‘From Your Valentine’. Ekspresi dari perwujudan cinta Valentine terhadap gadis yag dicintainya itu masih terus digunakan oleh orang-orang masa kini. Akhirnya, sekitar 200 tahun sesudah itu, Paus Gelasius meresmikan tanggal 14 Febuari tahun 496 sesudah Masehi sebagai hari untuk memperingati Santo Valentine.

Versi lain tentang Valentine dimulai pada zaman Roma kuno tanggal 14 Febuari. Ini merupakan hari raya untuk memperingati Dewi Juno. Ia merupakan ratu dari segala dewa dan dewi kepercayaan bangsa Roma. Orang Romawi pun mengakui kalau dewi ini merupakan dewi bagi kaum perempuan dan perkawinan. (dari berbagai sumber)

Namun yang jelas, bahwa ini bukan berasal dari Islam, namun lebih mendekati sebuah tradisi yang bernuansa Kristiani dari Roma Kuno. Jika demikian keadaannya, maka ini sudah cukup bagi Kaum Muslimin menyadari bahwa hal itu tidak ada hubungannya dengan Islam sama sekali, dan menyerupai kebiasaan orang-orang kafir.

Berikut ini, kami akan nukilkan beberapa fatwa para ulama yang menjelaskan tentang perayaan tersebut.

Fatwa Lajnah Da’imah (Lembaga Fatwa Arab Saudi)
Fatwa Lembaga Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi
Fatwa nomor (21203), tanggal: 23-11-1320H

Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam atas hamba yang tidak ada nabi setelahnya. Amma ba’du:

Lembaga Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa telah menelaah apa yang telah disampaikan kepada yang terhormat Mufti Umum, dari yang meminta fatwa: Abdullah bin Aalu Rabi’ah, dan disampaikan kepada Lembaga Seksi Amanah Umum - Lembaga Kibaarul Ulama (ulama besar), nomor: 5324, tanggal: 3-11-1420H.

Yang memohon fatwa menyampaikan pertanyaan yang teksnya sebagai berikut:

“Sebagian manusia ada yang merayakan hari ke 14 dari bulan Februari setiap tahun dengan hari kasih sayang “valentine’s day” (hari valentine). Dimana mereka saling memberi hadiah berupa mawar merah dan memakai pakaian berwarna merah, dan mereka saling memberi selamat, dan sebagian warung/restoran pembuat kue membuat kue dengan warna merah, lalu diberi gambar hati di atasnya. Sebagian toko ada yang memberi beberapa pemberitahuan di sebagian barang dagangannya yang berkenaan dengan kekhususan hari tersebut. Maka apa pendapatmu tentang:

- hukum merayakan hari tersebut?

- Membeli dari toko-toko tersebut pada hari itu?

- Sebagian toko (yang tidak merayakan hari itu) menjual kepada yang merayakannya sebagian apa yang dihadiahkan di hari tersebut?

Semoga Allah membalas kebaikanmu.”

Setelah lembaga mempelajari pertanyaan tersebut, maka lembaga ini menjawab bahwa telah ditunjukkan berdasarkan dalil-dalil yang jelas dari Al-kitab dan As-sunnah, dan telah sepakat umat ini atasnya, bahwa hari raya di dalam Islam hanyalah dua: yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun selain keduanya dari berbagai perayaan apakah yang berhubungan dengan seseorang, sekelompok orang, atau satu kejadian, atau dengan makna apa saja, maka itu merupakan perayaan-perayaan yang bid’ah, tidak boleh bagi Kaum Muslimin melakukannya, menyetujuinya, dan menampakkan kegembiraan dengannya, atau membantunya dengan sesuatu. Sebab hal tersebut termasuk ke dalam sikap melanggar batasan-batasan Allah, dan barangsiapa yang melanggar batasan-batasan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka sungguh dia telah menzhalimi dirinya sendiri. Apabila perayaan yang diada-adakan tersebut berasal dari perayaan orang-orang kafir, maka ini berarti dosa di atas dosa, sebab menyerupai mereka, dan itu merupakan bentuk loyalitasnya kepada mereka. Dan sungguh Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah melarang Kaum Mukminin menyerupai mereka dan bersikap loyal kepada mereka dalam kitab-Nya yang agung. Dan telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:

من تشبه بقوم فهو منهم

“Barangsiapa yang menyerupai satu kaum, maka dia termasuk mereka.” (HR.Abu Dawud dari Abdullah bin Umar)

Hari kasih sayang termasuk diantara jenis perayaan yang disebutkan, sebab ia termasuk di antara perayaan berhala Nashrani. Maka tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan hari akhir melakukannya, atau menyetujuinya, atau mengucapkan selamat, namun yang wajib adalah meninggalkannya dan menjauhinya, sebagai wujud menjawab panggilan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan menjauhkan diri dari berbagai sebab yang mendatangkan kemurkaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan siksaan-Nya. Sebagaimana pula diharamkan atas seorang muslim membantu perayaan tersebut, atau yang lainnya dari berbagai perayaan yang diharamkan, dengan jenis apapun, baik berupa makanan, minuman, menjual, membeli, membuat, hadiah, saling berkirim surat, atau pemberitahuan, atau yang lainnya. Sebab itu semua termasuk ke dalam sikap saling tolong menolong di atas dosa dan permusuhan, dan kemaksiatan kepada Allah dan rasul-Nya. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)

Wajib atas seorang muslim berpegang teguh dengan Kitabullah dan As-Sunnah dalam setiap keadaannya, terlebih lagi pada waktu-waktu terjadinya fitnah dan banyak terjadi kerusakan. Dan hendaklah seseorang mengerti dan berhati-hati dari terjatuh ke dalam berbagai kesesatan orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat yang fasiq yang yang tidak percaya akan kebesaran Allah, dan mememiliki peduli terhadap Islam. Wajib atas setiap muslim untuk berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan memohon hidayah kepada-Nya, dan kokoh di atas agamanya, karena tidak ada yang dapat memberi hidayah kecuali Allah, dan tidak ada yang dapat memberi kekokohan kecuali Dia Subhanahu Wa Ta’ala. Dan hanya kepada Allah kita meminta taufiq. Shalawat dan salam atas Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarganya, dan para shahabatnya.

Lembaga Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa
Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhammad Alus Syaikh
Anggota:
- Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
- Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghudayyan
- Bakr bin Abdullah Abu Zaid

Fatwa Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya:

“Telah menyebar pada masa-masa akhir ini perayaan ” kasih saying ” (valentine’s day), lebih terkhusus para pelajar wanita, dan ini termasuk di antara hari raya kaum Nashara, dan semuanya diberi model dengan warna merah, baik pakaian, sepatu, dan mereka saling bertukar bunga-bunga berwarna merah. Kami harap dari engkau -yang kami muliakan- penjelasan tentang hukum merayakan hari raya ini, dan apa nasehat engkau kepada Kaum Muslimin dalam perkara-perkara seperti ini? Semoga Allah menjaga dan memeliharamu.

Beliau menjawab: Merayakan hari kasih sayang (valentine’s day) tidak boleh, ditinjau dari beberapa sisi:

Pertama: bahwa itu merupakan perayaan bid’ah, tidak ada asalnya dalam syari’at.

Kedua: bahwa hal tersebut mengantarkan kepada cinta buta dan kerinduan (kepada lawan jenis bukan mahram).

Ketiga: hal tersebut mengantarkan kepada tersibukkannya hati dalam urusan-urusan rendah seperti ini, yang menyelisihi bimbingan salafus shalih.

Maka tidak dihalalkan pada hari ini muncul sesuatu yang itu merupakan bentuk syi’ar terhadap perayaan tersebut, apakah dalam hal makanan, minuman, pakaian, atau saling memberi hadiah, atau yang lainnya.

Wajib bagi seorang muslim merasa mulia dengan agamanya dan jangan dia menjadi seorang yang tidak punya pegangan, mengikuti setiap ada orang yang berteriak (mengajak kepada sesuatu). Aku memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar memberi perlindungan kepada Kaum Muslimin dari segala fitnah yang zhahir maupun yang batin dan semoga Dia senantiasa menolong kita dengan pertolongan dan taufiqNya.

(dari Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah: 16/199)

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa memberi hidayah kepada kaum muslimin dan dipelihara dari tipuan setan yang berusaha memalingkan manusia dari jalan-Nya. Amin

Ditulis oleh: Al Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal

Sumber: http://www.darussalaf.org/stories.php?id=1090

RELIGION
05.35 | Author: DID YOU KNOW??
MANFAAT BERIMAN KEPADA QADHA DAN QADAR

Dalam meanggapi masalah takdir, sebagian manusia berangapan bahwa segala sesuatu di dunia telah diatur oleh Allah. Namun, sebagian yang lain menganggap bahwa manusia bebas berbuat dan mengatur masa depannya sendiri.Namun, sebagai orang yang beriman kita harus percaya padqa Qadha dan Qadar. Di antara manfaat beriman pada Qadha dan Qadar adalah sebagai berikut:
  1. Menjadikan manusia rela menerima kenyataan hidup dengan ikhlas, dengan tetap berusaha menurut kemampuan yang maksimal atas dasar keyakinan bahwa semua yang terjadi di dunia ini ada hubungan sebab akibat,
  2. Manusia akan memiliki kestabilan emosi dalam hidup ini, tidak mudah membanggakan diri karena keberhasilan usahanya dan tidak mudah putus asa pada kegagalan usahanya. Manusia senantiasa meyakini bahwa keberhasilan dan kegagalan ada di tangan Allah.
  3. Manusia akan mampu menyeimbangkan antara usaha dengan doa. Usaha tanpa doa sebagai sikap, sedangkan doa tanpa usaha adalah kosong.
  4. Menjadikan manusia barsabar dan bertawakal.Maka orang yang sabar itu akan melihat bahwasanya musibah ini berat baginya dan dia tidak menyukainya, akan tetapi dia membawanya kepada kesabaran, dan tidaklah sama di sisinya antara adanya musibah dengan tidak adanya, bahkan dia tidak menyukai musibah ini akan tetapi keimanannya melindunginya dari marah.
  5. Menjadikan manusia ridha pada ketentuan Allah. Dan ini lebih tinggi dari sebelumnya, yaitu dua perkara tadi (ada dan tidak adanya musibah) di sisinya adalah sama ketika dinisbahkan/disandarkan terhadap qadha dan qadar (taqdir/ketentuan Allah) walaupun bisa jadi dia bersedih karena musibah tersebut, Karena sesungguhnya dia adalah seseorang yang sedang berenang dalam qadha dan qadar, kemana saja qadha dan qadar singgah maka dia pun singgah bersamanya, baik di atas kemudahan ataupun kesulitan. Jika diberi kenikmatan atau ditimpa musibah, maka semuanya menurut dia adalah sama. Bukan karena hatinya mati, bahkan karena sempurnanya ridhanya kepada Rabbnya, dia bergerak sesuai dengan kehendak Rabbnya. Bagi orang yang ridha, adanya musibah ataupun tidak, adalah sama, karena dia melihat bahwasanya musibah tersebut adalah ketentuan Rabbnya. Inilah perbedaan antara ridha dan sabar.
  6. Meningkatkan rasa syukur manusia. Ini adalah derajat yang paling tinggi, yaitu dia bersyukur kepada Allah atas musibah yang menimpanya dan jadilah dia termasuk dalam golongan hamba-hamba Allah yang bersyukur ketika dia melihat bahwa di sana terdapat musibah yang lebih besar darinya, dan bahwasanya musibah-musibah dunia lebih ringan daripada musibah-musibah agama, dan bahwasanya 'adzab dunia lebih ringan daripada 'adzab akhirat, dan bahwasanya musibah ini adalah sebab agar dihapuskannya dosa-dosanya, dan kadang-kadang untuk menambah kebaikannya, maka dia bersyukur kepada Allah atas musibah tersebut. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim kecuali Allah akan hapuskan (dosanya) karena musibahnya tersebut, sampai pun duri yang menusuknya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari 'A`isyah)
"Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan/kelelahan, sakit, sedih, duka, gangguan ataupun gundah gulana sampai pun duri yang menusuknya kecuali Allah akan hapuskan dengannya kesalahan-kesalahannya." (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa'id Al-Khudriy dan Abu Hurairah) Bahkan kadang-kadang akan bertambahlah iman seseorang dengan musibah tersebut.
7.Manusia akan memperoleh ketenangan dari Allah. Bagaimana Mendapatkan Ketenangan? Allah Ta'ala berfirman: "Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya." (QS.At-Taghaabun: 11) Yang dimaksud dengan "beriman kepada Allah" dalam ayat ini adalah beriman kepada taqdir-Nya.
Firman-Nya "niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya" yaitu Allah akan memberikan ketenangan kepadanya. Dan hal ini menunjukkan bahwasanya iman itu berkaitan dengan hati, apabila hatinya mendapat petunjuk maka anggota badannya pun akan mendapat petunjuk pula, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila baik maka akan baiklah seluruh jasadnya dan apabila rusak maka akan rusaklah seluruh jasadnya, ketahuilah segumpal daging itu adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari An-Nu'man bin Basyir)
Berkata 'Alqamah (menafsirkan ayat di atas): "Yaitu seseorang yang ditimpa suatu musibah lalu dia mengetahui bahwasanya musibah tersebut dari sisi Allah maka dia pun ridha dan menerima (berserah diri kepada-Nya)."
Tafsiran 'Alqamah ini menunjukkan bahwasanya ridha terhadap taqdir Allah merupakan konsekuensinya iman, karena sesungguhnya barangsiapa yang beriman kepada Allah maka berarti dia mengetahui bahwasanya taqdir itu dari Allah, sehingga dia ridha dan menerimanya. Maka apabila dia mengetahui bahwasanya musibah itu dari Allah, akan tenang dan senanglah hatinya dan karena inilah diantara penyebab terbesar seseorang merasakan ketenangan dan kesenangan adalah beriman kepada qadha dan qadar.

Tanda Kebaikan & Kejelekan Seorang Hamba
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya maka Allah akan menyegerakan balasannya di dunia, dan apabila Allah menginginkan kejelekan kepada hamba-Nya maka Allah akan menunda balasan dari dosanya, sampai Allah sempurnakan balasannya di hari kiamat." (HR. At-Tirmidzi dari Anas bin Malik)
Dalam hadits ini dijelaskan bahwa Allah menginginkan kebaikan dan kejelekan kepada hamba-Nya. Akan tetapi kejelekan yang dimaksudkan di sini bukanlah kepada dzatnya kejelekan tersebut berdasarkan sabda Rasulullah:
"Dan kejelekan tidaklah disandarkan kepada-Mu." (HR. Muslim dari 'Ali bin Abi Thalib)
Maka barangsiapa menginginkan kejelekan kepada dzatnya maka kejelekan itu disandarkan kepadanya. Akan tetapi Allah menginginkan kejelekan karena suatu hikmah sehingga jadilah hal itu sebagai kebaikan ditinjau dari hikmah yang dikandungnya.
Sesungguhnya seluruh perkara itu di tangan Allah 'Azza wa Jalla dan berjalan sesuai dengan kehendak-Nya karena Allah berfirman tentang diri-Nya:
"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki." (QS.Huud: 107)
Dan juga Dia berfirman:
"Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki." (QS.Al-Hajj: 18)
Maka semua perkara itu di tangan Allah. Seseorang tidak akan lepas dari salah/keliru, berbuat maksiat dan kurang dalam menunaikan kewajiban, maka apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, akan Allah segerakan baginya balasan (dari perbuatan dosanya) di dunia, apakah diuji dengan hartanya atau keluarganya atau dirinya sendiri atau dengan seseorang yang menjadi sebab adanya ujian-ujian tersebut.
Jelasnya, dia akan disegerakan balasan (dari perbuatan dosanya). Karena sesungguhnya balasan akibat perbuatan dosa dengan diuji pada hartanya, keluarganya ataupun dirinya, itu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan. Maka apabila seorang hamba disegerakan balasannya dan Allah hapuskan kesalahannya dengan hal itu, maka berarti Allah mencukupkan balasan kepadanya dan hamba tersebut tidak mempunyai dosa lagi karena dosa-dosanya telah dibersihkan dengan adanya musibah dan bencana yang menimpanya.
Bahkan kadang-kadang seseorang harus menanggung beratnya menghadapi sakaratul maut karena adanya satu atau dua dosa yang dia miliki supaya terhapus dosa-dosa tersebut, sehingga dia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa-dosa. Dan ini adalah suatu kenikmatan karena sesungguhnya 'adzab dunia itu lebih ringan daripada 'adzab akhirat.
Akan tetapi apabila Allah menginginkan kejelekan kepada hamba-Nya maka akan Allah biarkan dia dalam keadaan penuh kemaksiatan dan akan Allah curahkan berbagai kenikmatan kepadanya dan Allah hindarkan malapetaka darinya sampai dia menjadi orang yang sombong dan bangga dengan apa yang Allah berikan kepadanya.
Dan ketika itu dia akan menjumpai Rabbnya dalam keadaan bergelimang dengan kesalahan dan dosa lalu dia pun di akhirat disiksa akibat dosa-dosanya tersebut. Kita meminta kepada Allah keselamatan.
Maka apabila engkau melihat seseorang yang nampak dengan kemaksiatan dan telah Allah hindarkan dia dari musibah serta dituangkan kepadanya berbagai kenikmatan maka ketahuilah bahwasanya Allah menginginkan kejelekan kepadanya, karena Allah mengakhirkan balasan dari perbuatan dosanya sampai dicukupkan balasannya pada hari kiamat.

Apabila Allah Mencintai Suatu Kaum
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Ta'ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka (dengan suatu musibah), maka barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan (dari Allah) dan barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan (Allah)." (HR. At-Tirmidzi dari Anas bin Malik)
"Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian" yakni semakin besar ujian, semakin besar pula balasannya. Maka cobaan yang ringan balasannya pun ringan sedangkan cobaan yang besar/berat maka pahalanya pun besar karena sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla mempunyai keutamaan terhadap manusia. Apabila mereka ditimpa musibah yang berat maka pahalanya pun besar dan apabila musibahnya ringan maka pahalanya pun ringan.
"Dan sesungguhnya Allah Ta'ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka" ini merupakan kabar gembira bagi orang beriman, apabila ditimpa suatu musibah maka janganlah dia menyangka bahwa Allah membencinya bahkan bisa jadi musibah ini sebagai tanda kecintaan Allah kepada seorang hamba. Allah uji hamba tersebut dengan musibah-musibah, apabila dia ridha, bersabar dan mengharap pahala kepada Allah atas musibah tersebut maka baginya keridhaan (dari Allah), dan sebaliknya apabila dia marah maka baginya kemarahan (Allah).
Dalam hadits ini terdapat anjuran, pemberian semangat sekaligus perintah agar manusia bersabar terhadap musibah-musibah yang menimpanya sehingga ditulis/ditetapkan untuknya keridhaan dari Allah 'Azza wa Jalla. Wallaahul Muwaffiq.

Mau dengerin musik....?????

NASEHAT UNTUK PARA PEMUDA